Antara Hobi dan Profesi: Mengapa Harus Memilih?

Posted on Apr 24, 2020

“Maksimalkan waktu untuk mengembangkan diri, kuliah bukan tentang nilai IP saja.” ̶ Sheila Andina

Siapa yang tidak kenal profesi fashion designer? Salah satu profesi yang tidak pernah lekang oleh zaman dan perubahan teknologi, hingga kini profesi fashion designer masih eksis di dunia industri kreatif. Menjadi seorang fashion designer tentunya bukan hal yang mudah, diperlukan keahlian dan ketekunan dalam menjalani proses pembelajarannya. Tak heran, jika sekarang banyak universitas dan lembaga kursus yang membuka program studi fashion design. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang bisa saja menjadi seorang fashion designer yang bermodalkan hobi dan keinginan yang kuat. Sheila Andina Inggil, alumnus Prodi Akuntansi Pajak UK Petra membuktikan hal tersebut!

Berprofesi sebagai fashion designer bukanlah hal yang diduga sebelumnya. Sheila mengaku, sebelum menjadi fashion designer, dirinya pernah bekerja sebagai karyawan di salah satu bank asing untuk beberapa waktu. “Pernah bekerja di salah satu bank asing, lalu melanjutkan studi bahasa di Cina, dan setelah pulang baru merasa bahwa tidak memiliki kecocokan kerja di belakang meja,” ujarnya. Berawal dari keisengannya, Sheila kemudian mencoba untuk menekuni hobinya pada bidang fashion design yang sudah ada sejak di bangku sekolah. “Ternyata berlanjut sampai jadi bidang pekerjaan saat ini,” jawab Sheila yang kini memiliki dua brand fashion, SA for Sheila Andina dan TALA. Keduanya sama-sama bergerak di bidang produksi busana batik. Bedanya, SA for Sheila Andina juga memproduksi busana pesta dan produknya yang bersifat private by order. “SA for Sheila Andina itu private by order dan TALA itu ready to wear,” jawab alumnus Prodi Akuntansi Pajak angkatan 2001 ini. Tidak tanggung-tanggung, brand SA for Sheila Andina pernah masuk dalam kategori 50 Brand Business to Business untuk pekan mode terbesar di Indonesia, Indonesia Fashion Week. Sedangkan untuk brand TALA, Sheila mengaku bahwa ini masih dalam tahap perkembangan. “TALA sendiri karena masih terbilang baru, jadi sedang dikembangkan,” sahutnya.

Sheila Andina (kiri) bersama salah satu model untuk brandSA for Sheila Andina

Sheila menerangkan ada banyak bekal dari masa-masa perkuliahan yang berguna baginya ketika bekerja di dunia industri kreatif. “Hal yang pastinya paling terpakai itu social skill ya, terus juga bagaimana bersikap dengan kolega.” Alumnus SMAK St. Louis 1 ini mengaku setelah lulus dari UK Petra, dirinya merasakan adanya keseimbangan dalam mempelajari hard skill dan soft skill selama proses pendidikan sarjananya. Perempuan yang juga memiliki hobi fotografi ini menyebutkan, proses perkuliahannya tidak terhindar dari lika-liku perjuangan. “Dari menjadi panitia, sampai berjibaku dengan dosen mempertahankan pendapat. Dari pengalaman senang dapat nilai bagus dari dosen yang dianggap killer, sampai nangis karena ‘dihajar’ saat sidang skripsi,” sahutnya sambil tertawa. Namun di sisi lain, Sheila mengaku semua pengalaman yang ia miliki selama menyandang status sebagai mahasiswa di UK Petra menjadikannya lebih mengenal diri sendiri, baik kelemahan maupun kekuatannya, yang menurutnya sangat berguna di masa pasca perkuliahan.

Sheila Andina (paling kanan) bersama Duta Batik Jawa Timur

Tak lupa juga, Sheila bercerita tentang apa alasannya memilih kampus UK Petra sebagai pelabuhan studi sarjananya. Baginya, UK Petra bukan kampus yang sebatas memberi pendidikan dari segi akademis, namun juga dari sisi soft skill dan kehidupan sosial-budaya yang multikultural. “Ada hal-hal yang sama pentingnya dengan sisi akademis, dan saya rasa UK Petra berhasil menyeimbangkan hal-hal tersebut dengan sangat baik,” jawabnya. Di masa perkuliahannya dulu pun, Sheila menyebut ada beberapa dosen yang menginspirasinya. “Ada Pak Yogi, Pak Arja, Pak Agus, Bu Yeni, Bu Jun, Pak Devi, dan semuanya ‘lah, yang dari prodi Akuntansi,”jelasnya. Perempuan yang juga alumnus dari Shanghai International Study University ini menyebut dirinya sebagai seorang alumnus yang membanggakan almamaternya, UK Petra. Dirinya melihat UK Petra mampu terus berkembang dari sisi akademik, torehan prestasi, serta karya. Bagaimana UK Petra mampu menjadi yang terbaik di bidangnya, dengan dosen-dosen yang hebat, dan alumninya yang hebat dalam berkarya di dunia nyata, Sheila mengaku semua itu patut diacungi jempol.         Pada akhirnya semua kesuksesan kembali pada diri masing-masing. Keberadaan kampus hanya sebagai fasilitator. Namun yang menentukan seperti apa masa depan seseorang hanya terletak pada diri orang yang bersangkutan, sebesar apa niat yang dimiliki, dan seserius apa strategi yang dijalani. Sebagai pamungkas, Sheila hanya bisa memberikan motivasi dan doa pada seluruh generasi muda untuk bisa selalu semangat menjalankan dan menikmati perkuliahan. “Kalau tips perkuliahan, jangan serius-serius Maksimalkan waktu untuk mengembangkan diri, bukan hanya tentang nilai IP saja. Buat network yang luas serta bangun kepribadian yang siap menghadapi dunia kerja. Sukses selalu untuk semua.” Tak lupa, Sheila juga memberikan ucapan terbaiknya bagi sang almamater. “Semoga UK Petra terus berkembang, semakin maju, menghasilkan alumnus-alumnus hebat dan berguna untuk masyarakat,” tutupnya.**(day)