Banyak Gagal, Berlimpah Pengalaman

Posted on Jun 21, 2021

Salah satu kuliner khas Kalimantan Barat, Babi Panggang Ambawang alias bipang, sempat ramai diperbincangkan warganet di seluruh Indonesia bulan Mei 2021 yang lalu. Pasalnya, Presiden Jokowi menyebutkan masakan babi ini bersama dengan deretan rekomendasi kuliner khas Nusantara lainnya — seperti gudeg dan pempek — dalam rangka Hari Bangga Buatan Indonesia. Seketika, banyak warganet yang berbondong-bondong ingin mencoba kuliner khas yang “dipromosikan” oleh orang nomor satu di Indonesia ini. Ternyata, sosok di balik bisnis kuliner Bipang Ambawang, Deky Junaedi, S.Sn. adalah lulusan UK Petra, lho!

Deky Junaedi (sumber: dokumentasi pribadi)

 

Sebelum merintis bisnis kuliner Bipang Ambawang bersama keluarga besarnya, Deky adalah seorang desainer. Tahun 2006, Deky merantau dari kota kelahirannya, Pontianak, untuk menuntut ilmu di Prodi Desain Komunikasi Visual (DKV) UK Petra. Ketika kuliah, sang ayah jatuh sakit dan tidak bisa sepenuhnya membiayai kuliah Deky. Sebagai seorang mahasiswa DKV, Deky memanfaatkan keahlian terbaiknya — desain. “Selama kuliah, saya bekerja sebagai freelancer karena ayah saya sakit dan tidak bisa memenuhi biaya kuliah saya. Mulai dari mendesain cover renungan rohani, desain kartu Natal Petra, sampai membuat packaging sosis dan desain spanduk,” kisah Deky. Ia juga bekerja di luar bidangnya, seperti menjadi part-timer di Humas UK Petra dan menjadi announcer acara wisuda, demi mencari tambahan untuk biaya kuliahnya.

Apabila mahasiswa lainnya yang kuliah sambil bekerja memilih untuk tidak aktif di kampus, Deky sebaliknya. Ia malah antusias mengikuti berbagai macam kegiatan kemahasiswaan, seperti ikut organisasi, UKM, bahkan menjadi Astor (Asisten Tutorial untuk Tutorial Etika, sekarang Life Enrichment Grace, red.). Deky tidak memandang semua kegiatan itu sebagai kesibukan yang menyita waktu dan energi, melainkan sebagai sebuah pengalaman. “Sebagai orang dari daerah Kalimantan, saya tidak ada keluarga di Surabaya. Selain kuliah, saya mengikuti banyak kegiatan ekstra, sehingga banyak hal yang saya pelajari selain bidang akademis. Misalnya Astor. Saya dapat ilmunya, kemudian saya belajar memberi mentoring. Buat saya itu berharga. Misalnya praktik ke karyawan, saya harus bisa mentoring mereka juga, terang Deky. “Karena ‘kan, saya kurang pengalaman. Saya sendiri merasa reward yang saya dapatkan itu adalah pengalaman. Cara saya menjalin hubungan intra-personal didapatkan dari kegiatan ekstra dan organisasi. Itu juga menjadi bekal saya berjuang di dunia kerja,” tambahnya. 

Deky menyebut masa-masa kuliahnya dulu sebagai masa yang “banyak drama”. Di semester akhir misalnya, motornya dicuri. Skripsinya pun gagal dan tidak jadi lulus di semester tersebut. “Saya skripsi, nggak mau TA (tugas akhir, red.). Saya mau beda sendiri. Saya analisis desain dari kepolisian. Tetapi gagal, karena masih belum mengerti skripsi. Baru yang kedua saya analisis iklan dan berhasil,” cerita sosok yang hobi memancing ini sembari terkekeh. Meski akhirnya harus menunda wisuda satu semester, Deky masih bisa lulus dengan predikat aktif berprestasi. “Lumayan pedih dan berdarah-darah, tetapi syukurnya bisa lulus,” candanya. 

Deky berpindah haluan menjadi seorang entrepreneur tiga tahun setelah bekerja sebagai desainer kemasan di sebuah pabrik sosis di Sidoarjo. “Di Surabaya, saya merintis usaha hotel dan akhirnya menjadi manajer. Saya jadi ketagihan merintis usaha,” kisahnya. Setelah beberapa tahun menjalankan bisnis hotel di Surabaya, Deky memutuskan kembali pulang ke Pontianak dan mencoba merintis bisnis kuliner bakpao di sana. “Saya memulai bisnis kuliner karena di Pontianak, pekerjaan dengan latar belakang desain masih belum ada yang menjanjikan. Saya lihat yang paling bisa dimulai ya, entrepreneur,” tukas Deky jujur. Bisnis bakpaonya ternyata tidak berjalan lancar. “Saya pikir bisa jalan. Tetapi gagal karena ternyata time consuming dan belum scalable,” tutur Deky. Barulah ia akhirnya merintis usaha kuliner Bipang Ambawang bersama keluarga besar seperti sepupu-sepupu serta pamannya, dan berjalan lancar hingga hari ini. 

Meski dalam hidupnya terjadi “banyak drama”, mulai dari skripsi yang gagal, kerja keras mencari uang sambil kuliah, sampai akhirnya berkecimpung di dunia kuliner hingga saat ini, Deky memandang kegagalan sebagai bagian dari hidup. “Tidak ada manusia yang sempurna, tetapi belajarlah dari kegagalan sehingga tidak mengulang kegagalan yang sama,” pesannya. Hidup baginya seperti mendaki gunung dengan tujuan sampai ke puncak. Dalam perjalanan, rasa lelah serta keinginan untuk berhenti dan menyerah akan terus membayangi. Tetapi terus berfokus pada tujuan alih-alih pada rasa lelah itu akan jadi pendorong yang kuat untuk terus maju, hingga akhirnya sampai ke puncak yang didambakan.**