Berserah dan Bersyukur

Posted on Feb 02, 2022
Ellysia Tirza, S.Ds., B.E.

 

Tahun 2016, sebuah program baru didirikan di UK Petra dan dinamakan International Program in Digital Media (IPDM). Ini merupakan sebuah berkah bagi Ellysia Tirza, S.Ds., B.E., karena sejak dulu ia memang bercita-cita menjadi seorang animator. IPDM yang berfokus di bidang game dan animasi bisa membantu Tirza untuk mencapainya. 

Menjadi mahasiswi angkatan pertama IPDM meninggalkan begitu banyak kesan mendalam bagi gadis kelahiran tahun 1998 ini. Bersama teman-temannya, Tirza menjalani setiap proses trial and error yang diberikan. Namun, ia masih tetap bisa menikmatinya karena ia menjadi satu dari segelintir orang yang mencoba pelajaran bermain game. Ya, benar-benar disuruh bermain game selama pelajaran. Seru, kan? Tak hanya itu, pengalaman mencicipi kelas berisi 6 hingga 9 orang membuatnya memiliki relasi yang sangat dekat dengan teman-temannya, layaknya keluarga. Apalagi mereka semua juga berkesempatan untuk pergi ke Korea Selatan untuk mengikuti Double Degree di Dongseo University selama 2 tahun. Pengalaman merantau itu makin tak terlupakan ketika memasuki semester akhir (semester 8) di bulan Maret 2020, ia harus menghadapi kasus Covid-19 yang tiba-tiba melonjak di Korea. “Kami anak-anak perantauan yang lagi studi di Korea panik kayak besok kiamat,” kenang Tirza. Sempat pulang ke Indonesia, Tirza dan beberapa temannya akhirnya memutuskan kembali lagi ke Korea di bulan April 2020 untuk melanjutkan kembali masa studinya yang tersisa. Ia bisa merasakan bagaimana melakukan trip dengan protokol kesehatan Korea Selatan yang tinggi untuk pertama dan terakhir kalinya. Ia harus menjalani karantina selama 14 hari di asrama yang telah disediakan khusus oleh Dongseo University dan diberi makan 3 kali sehari di depan pintu.

Tirza bersama teman-teman 1 angkatannya di IPDM 2016
Tirza saat mengikuti program Double Degree di Dongseo University

 

Gadis yang juga suka bermain musik ini juga menemukan tempat kerja idamannya ketika sedang menjalani studi di Korea. Seorang dosen di sana bertanya kepada para mahasiswanya tentang apa yang akan mereka lakukan setelah lulus. Tirza segera melakukan research dengan memasukkan kata kunci “industri animasi di Indonesia” di Google. Di antara sekian daftar nama yang muncul, Brown Bag Films (BBF) mencuri perhatiannya. BBF merupakan sebuah industri animasi internasional yang berpusat di Dublin, Irlandia. BBF juga membuka beberapa cabang, salah satunya di Bali. Ada beberapa alasan mengapa Tirza benar-benar ingin masuk ke industri ini. Pertama, karena sejak awal ia memang ingin kerja di Indonesia. “Karena kan anggapannya rumah sendiri, jadi tidak repot visa dan sebagainya. Tidak jauh dari keluarga. Tidak apa-apa beda kota, tapi cukup terjangkau,” terangnya. Ditambah lagi, BBF ini berlokasi di Denpasar, Bali, yang mana termasuk lokasi yang strategis karena termasuk kota seni dan budaya juga. Poin kedua adalah film-film hasil produksi BBF yang cukup berkualitas, salah satunya “Angela’s Christmas” yang bisa diakses di Netflix. Karena film itulah Tirza memutuskan mau gabung dengan perusahaan animasi ini.

Anak bungsu dari empat bersaudara ini pun menyampaikan rencananya untuk bekerja di BBF pada sang dosen. Namun, ia menerima tanggapan yang kurang enak, yang mana kemampuan Tirza masih tidak cukup. “Ya memang waktu itu saya sendiri sadar skill saya belum cukup. Tapi dia (dosennya, red.) bilangnya agak kurang enak, jadi saya juga agak patah (semangat),” akunya. Untunglah ia mendapatkan kekuatan dari orang tuanya yang mendengarkan curhatannya. Mamanya memintanya untuk tetap berani mencoba, sementara papanya mendukung dalam doa supaya Tuhan memberikan jalan.

Tirza pun melamar diri sebagai junior animator. Ia menjalani setiap tes masuk yang diberikan dengan sebaik mungkin. Ketika ditanya apakah memiliki moto hidup, Tirza menjawab, “Aku ‘gak pernah punya moto-motoan hahaha… Aku tuh cuma percaya Tuhan itu menyertai ke mana pun aku pergi, pas aku up atau pas aku down, pas aku lagi oke ataupun ‘gak oke. Udah gitu aja.” Puji Tuhan, Tirza mendapat kabar bahagia bahwa ia berhasil diterima sebagai junior animator di BBF. Ia ditugaskan di tim retake, di mana ia bertanggung jawab memperbaiki dan memberi detail animasi. Sebagai contoh, ia harus memperbaiki animasi yang terlihat tembus atau lipsync yang kurang sinkron.

Tirza saat menjalani internship di Studio Vandal

 

Selama 8 bulan bekerja, Tirza belum pernah sekalipun menginjak lantai kantornya meski dia kini tinggal di Bali. Sejak awal masuk hingga sekarang, Tirza harus work from home (WFH). Ia harus berjuang sendiri di sana karena server BBF hanya bisa diakses di Bali. Ia juga tidak punya teman maupun koneksi di perusahaan. Karena sifatnya yang tertutup (introvert), dia butuh tatap muka langsung bila ingin berteman. Perasaan sungkan juga mendominasi dirinya ketika harus bertanya ke supervisor, karena ia merasa asing. Untuk mengatasinya, Tirza memilih mencari teman di lingkungan lain, seperti di gereja. Ia juga menerapkan sikap berani dan percaya pada proses. “Berani mencoba, berani salah, berani tanya, berani untuk keluar dari zona nyaman, berani untuk sendiri, berani untuk hidup dengan gaji UMR (Upah Minimum Regional, red.) walaupun habis kuliah mahal-mahal,” katanya sambil tertawa. Ia juga mendapati bahwa setelah lulus kuliah dan masuk dunia kerja, ada banyak hal yang tidak diketahui, yang harus dipelajari untuk memperbaiki diri. Iia harus bersabar, karena proses pasti membutuhkan waktu. Namun, dari proses jugalah Tirza bisa menikmati pekerjaannya, terlebih ketika ia menyadari bahwa kemampuannya sudah berkembang jauh. “Tetap belajar dan bekerja dengan giat. Dengarkan kritik dan saran yang membangun dari orang-orang sekitar. Syukuri setiap achievement kecil yang diraih. Mungkin jabatan tetap junior, gaji tetap UMR, tapi skill Anda sedikit meningkat sehingga mulai dipercaya tugas yang lebih. Syukuri itu,” pesan Tirza. Yang terakhir dan yang terpenting, jangan lupa berdoa dan berserah pada Tuhan!*(Ivania Tanoko)