Dahulu Tak Terpikirkan, Kini Berbuah Pemikiran

Posted on Mar 15, 2020

Sebuah kisah tentang seorang akademisi di negeri yang kaya akan teknologi industri

Jika mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Korea, siapa yang akan menolak? Bisa melakukan penelitian sambil mengajar di negara dengan perkembangan teknologi industri yang pesat tentunya merupakan sebuah kesempatan emas. Kesempatan itu berhasil diraih oleh Bernardo Nugroho Yahya, PhD., yang kini berprofesi sebagai Associate Professor di jurusan Teknik dan Manajemen Industri, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Korea.

“Awalnya tak pernah berpikir untuk menjadi dosen…”

Begitu pengakuan alumnus prodi Teknik Industri (TI) 1997 ini saat ditanya mengenai latar belakangnya menjadi akademisi. “Tetapi ada satu momen yang akhirnya membuat saya mengambil jalur akademis sebagai (jalur) karir saya, yaitu ketika seorang dosen TI UK Petra mengatakan saya punya potensi mengajar. Beliau bertanya mengapa saya ragu menjadi pengajar. Dari pertanyaan itu, saya terus bergumul, dan akhirnya saya menjadi dosen LB dan dosen di TI UK Petra dari tahun 2001 hingga 2007,” ceritanya.

Setelah menyelesaikan S2 di Dongseo University tahun 2004, Bernardo menjadi akademisi di prodi TI UK Petra dan menjadi tenaga ahli di bidang Enterprise Information System di beberapa perusahan besar di Surabaya. Dengan berbagai pengalaman riset dan praktis di bidang industri, Bernardo mendapat tawaran beasiswa dari seorang profesor di Korea. Akhirnya Bernardo melanjutkan studi S3 dan lulus dari Pusan National Universitytahun 2012 di bidang Business Process Management. Setelah menyelesaikan studi S3, Bernardo mendapatkan kesempatan untuk menjadi Post-Doctoral Fellow di Pusan National University selama beberapa bulan. Setelah itu, pria yang tergabung dalam Korean Institute for Industrial Engineer (KIIE) ini menjadi Post-Doctoral Fellow di Ulsan National Institute of Science and Technology (UNIST), sebuah institusi riset yang cukup bergengsi di Korea Selatan. Di institusi ini, Bernardo mendapat pengalaman kolaborasi riset antara universitas dan perusahaan yang sangat berharga. Beberapa di antaranya adalah penelitian tentang logistic process intelligence di terminal peti kemas pelabuhan Busan (Pusan Newport International Terminal) dan proof-of-concept dari process mininguntuk pengembangan virtual factory di perusahaan Samsung Electro-Mechanic. “Saya bersyukur bisa mendapat kesempatan bukan hanya mengunjungi, tetapi juga masuk ke lini produksi di industri-industri besar seperti Samsung di masa perjalanan karir saya,” ujarnya.

Bernardo (kemeja batik) bersama professor dan lab member ketika studi S3 di Pusan National University, 2011

Di tengah perjalanan karirnya, ia mendapat tawaran untuk menjadi dosen di HUFS. Menjadi dosen di negeri asing, khususnya di Korea, bukanlah hal mudah. Seringkali dosen dari negara asing menjadi pengajar mata kuliah yang berhubungan dengan bahasa. “Saya bersyukur bisa menjadi pengajar di jurusan Teknik dan Manajemen Industri,” tuturnya. Seperti halnya dosen di Indonesia, dosen di Korea juga harus melakukan tridarma perguruan tinggi (mengajar, meneliti dan mengabdi). Namun, tuntutan penelitian di Korea lebih menantang karena standar yang ditetapkan oleh universitas maupun dari kementerian pendidikan cukup tinggi. “Jurnal yang dijadikan acuan evaluasi adalah jurnal berkualitas yang ber-index seperti Science Citation Index (SCI), Science Citation Index Expanded (SCIE), Social Science Citation Index (SSCI) dan Arts and Humanities Citation Index (AHCI). Bahkan, beberapa universitas menetapkan hanya jurnal-jurnal tertentu (dengan impact factor lebih dari nilai tertentu) sebagai rujukan evaluasi,” jelas Bernardo.

Bernardo, yang saat ini adalah Associate Professor, lebih banyak melakukan penelitian yang terkait dengan Internet-of-Things (IoT), Machine Learning dan Artificial Intelligence. “Ranah teknologi tidak bisa dipisahkan dari industri. Konsep Industry 4.0 sudah menjadi hal dasar baik bagi industri maupun universitas dalam menentukan kurikulum. Pemrograman menjadi mata kuliah mutlak yang harus diambil dan menjadi salah satu skill yang harus dimiliki oleh seorang lulusan Teknik Industri di Korea,” ujarnya. Tak heran, banyak orang yang bertanya apakah Bernardo mengajar di jurusan Teknik Industri atau Teknik Informatika. “Saya ini Teknik Industri rasa Informatika,” tuturnya sambil tertawa. Penelitian terkini Bernardo terkait dengan Human Activity Recognition, yaitu mengenali aktivitas manusia dari sensor-sensor yang ada seperti wearable sensor(smartwatch, hand finger tracking, body posture), environment sensor, object sensor, dll. Tujuan akhirnya adalah mengenali pola pekerjaan seseorang, dan dengan demikian dapat mengubah metode time and motion study dari manual (dengan sampling dan observasi) menjadi otomasi dengan robotic process automation. Pada akhirnya, metode tersebut dapat menjadi alat untuk mengukur produktivitas kerja, meningkatkan efisiensi kerja, dan bahkan antisipasi kecelakaan kerja. Penelitian yang dilakukan kini didanai oleh Kementerian Pendidikan Korea Selatan, dan dengan dana riset yang ada, ia juga dapat memberikan beasiswa kepada 4 mahasiswa Indonesia untuk studi lanjut di HUFS. Luar biasa, bukan?

Bernardo (kiri bawah) professor dan lab member ketika menjadi post-doctoral fellow di Ulsan National Institute of Science and Technology (UNIST), Ulsan, Korea Selatan, 2014

Perseverance (daya tahan) untuk menjalani perkuliahan dengan beragam aktivitas kemahasiswaan mempermudah alumni untuk bisa bertahan di dunia kerja yang penuh dengan kompetisi.”

Pria yang pernah menyandang predikat aktif berprestasi di UK Petra ini mengatakan, mata kuliah terkait pemrograman yang ia ampu sebagai dosen kini jauh berbeda dari pendidikan yang ia dapat di UK Petra dahulu. Saat berkuliah, Bernardo kerap tertantang untuk terus meyakinkan diri sendiri bahwa pemrograman sangat diperlukan di masa depan meskipun banyak rekannya yang merasa mata kuliah pemrograman bukan ilmu Teknik Industri. Namun kini, tantangannya adalah terus mengasah diri di bidang pemrograman. “Perkembangan zaman mengharuskan kita mengikuti era kekinian agar memahami kebutuhan industri saat ini. Kalau kita terlambat mengasah diri kita, maka kita harus siap tergerus oleh kompetisi,” ujarnya.

Sewaktu menjadi mahasiswa UK Petra, Bernardo merasa tidak hanya diperlengkapi dengan pendidikan intelektual, spiritual, dan kepemimpinan yang selaras dan seimbang, namun juga diversity di materi perkuliahan maupun kehidupan sosial. Berbagai pengalaman kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan pernah ia rasakan, dari kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru (saat itu disebut PTPAMB, red.) hingga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). “Hal yang paling berkesan adalah menjadi bagian dari proses perubahan organisasi kemahasiswaan dari Senat menjadi BEM. Saya juga sempat menjadi salah satu pimpinan di BEM pada periode awal di tahun 2001,” ungkapnya.

Bernardo (tengah) mendapatkan penghargaan dan predikat Best Paper Award pada Industry 3.5 International Symposium for Intelligent Manufacturing, Hsinchu, Taiwan,2019

“Belajarlah untuk menjadi unik. Meskipun terasa susah pada awalnya, tetapi hal yang unik bisa jadi kekuatan di masa depan,” pesan pria yang dulu juga pernah menjabat sebagai ketua HIMATITRA (Himpunan Mahasiswa Teknik Industri Petra) ini. “Apapun yang kamu lakukan, lakukanlah dengan segenap hati seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia. Ad Maiorem Dei Gloriam,” ucap Bernardo mengutip Kolose 3:23 sebagai penutup.*(vian)