Fakta Dunia Perhotelan: Tak Sekadar Soal Kitchen

Posted on Nov 16, 2021

Para mahasiswa Manajemen Perhotelan UK Petra terkenal akan kesibukan unik mereka praktik di kampus. Ketika mahasiswa lain belajar di kelas, teman-teman Manajemen Perhotelan sibuk di restoran dan kafe. Mereka mengelolanya dari nol, mulai dari membuat konsep restoran, meracik sendiri resep dan menu sampai mengeksekusinya untuk para tamu restoran. Mereka juga melayani langsung para tamu, menangani front office, hingga berberes setelah restoran tutup di malam hari. Mereka bahkan mengelola jasa laundry di kampus! Banyak orang lantas bertanya, lho, terus, lulusnya jadi apa?

Bagi yang mengira alumni Manajemen Perhotelan bakal sekadar jago masak dan beres-beres, pemikiran itu salah besar. Tidak hanya berbekal kemampuan lapangan yang mumpuni, para alumni Manajemen Perhotelan juga lulus dengan kemampuan manajerial, problem solving, dan kreativitas yang unggul. Salah satunya adalah Maria Amelia Budiman, S.E., B.Ba. yang berhasil mendirikan bisnis berupa lembaga pendidikan di bawah Dinas Pendidikan berbekal ilmu yang didapatkannya di Manajemen Perhotelan UK Petra. 

Maria Amelia Budiman, S.E., B.Ba

 

Harriette Cakeversity, lembaga pendidikan non-formal yang dibentuk Ame tahun 2015 silam adalah tempat bagi seluruh kalangan — mulai dari anak usia lima tahun hingga orang dewasa — terjun langsung ke dapur untuk belajar baking, pastry, juga cake decorating. “Kami mengumpulkan guru-guru dan memberikan pelatihan. Tujuan programnya agar murid bisa belajar dalam waktu singkat sampai bisa buka bisnis sendiri. Materinya disesuaikan dengan usia dan tujuan. Untuk hobi atau buka bisnis? Kalau bisnis, yang seperti apa? Kita arahkan,” cerita Ame. Ia dan sang suami merintis professional hands-on baking and decorating course ini dari nol, dan bersyukur, Ame punya koneksi di UK Petra. “Kebetulan kami ada koneksi di UK Petra, jadi dapat bantuan dari dosen-dosen pastry dan bakery di kampus. Kami mulai membentuk kurikulum satu persatu, menyusun teknik marketing, hingga akhirnya berjalan. Sekarang sudah lumayan auto-pilot (berjalan sendiri, red.),” tambah Ame. 

Kelas Private Membuat Japanese Milk Bread dan No-Knead Cinnamon Rolls
Hariette Cakeversity juga Menyediakan Kids Baking Class

 

Awalnya, wanita kelahiran Bandung ini tidak berpikir akan membuka kursus. “Sebenarnya ini saran dari suami yang melihat saya suka bikin cake, suka baking. Awalnya pengen buka sebuah cake studio. Tetapi setelah banyak diskusi, kami membuka sebuah wadah untuk orang-orang yang ingin belajar. Sembari cake studio-nya menjadi sampingan, utamanya adalah pelatihannya,” jelas Ame. Pelatihan yang diberikan Ame di Harriette Cakeversity berupa kelas kecil dengan maksimal 9 murid. Para murid akan langsung memegang alat-alat mereka masing-masing dan dipandu oleh guru. “Setiap murid akan hands-on personal. Meski pandemi pun tetap ada kelas, tetapi bentuknya private, satu kelas satu murid. Sehari cuma ada dua kelas,” tutur Ame tentang sistem yang digunakan di kursusnya. Para alumni dari Harriette Cakeversity pun hampir semuanya berhasil berbisnis sendiri, mulai dari online shop sederhana hingga bakery.

Membangun Harriette Cakeversity dari nol mengingatkan Ame akan pelajaran yang didapatkannya kala praktik mengelola restoran dan kafe di kampus. “Waktu itu, kita belajar manajerial, handle restoran dari nol sampai jalan. Itu terpakai sekali untuk saya. Ketika saya memulai (membangun Harriette Cakeversity), saya jadi ingat. Saya dulu di UK Petra diajari apa saja, apa yang harus dipersiapkan dan seberapa jauh persiapannya,” kenangnya. Tidak hanya itu, alumnus angkatan 2005 ini berkesempatan untuk melakukan praktik kerja lapangan di Belanda selama hampir satu tahun. Berbeda dengan teman-temannya yang kebanyakan praktik di restoran atau badan hospitality lainnya, Ame praktik di sebuah universitas. “Di sana mendalami murid-murid praktik, seperti menjadi seorang asisten dosen. Saya jadi belajar sisi manajerialnya,” kisahnya. 

Situasi Kelas Offline di Harriette Cakeversity - Private 1 Murid dan 1 Chef

 

Di sisi lain, memasuki dunia bisnis menyadarkan Ame, banyak hal yang bisa membuat para pebisnis “terpeleset”. “Saya dulu ngomong, ‘kenapa harus ada mata kuliah Agama? Pancasila?’ Ternyata, ketika saya di dunia bisnis, banyak hal yang membuat kita gampang kepeleset. Menghadapi saingan bisnis, customer dan masalah-masalah lainnya, saya jadi ingat. Kita dilatih untuk harus begini, tidak boleh begitu (di mata kuliah tersebut, red.). Mentalitasnya berbeda,” tegas Ame. 

Siapa bilang para alumni Manajemen Perhotelan bakal sekadar jago di dapur? Mendengar cerita Ame, sang alumnus yang kini berbagi ilmu sekaligus berbisnis lewat lembaga pendidikannya sendiri, tentu mengubah pemikiran sempit itu, bukan? “Banyak yang bilang, ‘perhotelan itu ngapain? Jadi babu?’ 

Nggak, lho!

 Buktinya saya buka bisnis pendidikan non-formal yang menurut saya salah satu terbaik di Surabaya, dengan ilmu yang saya dapat di Manajemen Perhotelan,” ujar Ame sembari bercanda. Kuliah di Manajemen Perhotelan tak berarti sekadar piawai di dapur, tetapi juga berarti cakap dan cerdas di belakang meja, di hadapan rekan bisnis, bahkan bisa melahirkan pebisnis-pebisnis baru!*

 

Artikel ditulis oleh: Denalyn T. Istianto