Home: A Place To Learn, To Grow, To Share

Posted on Oct 19, 2020

Sosoknya lahir dan besar di sebuah kota kecil — Ngunut, Tulungagung — dan menuntut ilmu di sekolah negeri hingga SMA. Cita-citanya kala itu sama dengan teman-teman satu sekolahnya, melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri. Namun, hatinya menginginkan hal baru. Menjalani kehidupan baru yang berbeda, masuk ke lingkungan sekolah dengan nilai-nilai Kristiani sebagai fondasinya. Berbekal keinginan itu, Soni Hartanto mendaftarkan diri ke Prodi Teknik Industri UK Petra sambil menunggu hasil UMPTN (sekarang SBMPTN, red.). 

Harapan berbeda dengan kenyataan. Tidak lulus UMPTN dan memutuskan masuk UK Petra tidak mudah bagi Soni. Namun di sisi lain, ada anugerah dan jalan Tuhan yang selalu ia syukuri dan percayai, bahwa Tuhan selalu menyediakan yang terbaik. Soni masuk ke UK Petra tahun 1997, ketika krisis ekonomi tengah melanda seluruh penjuru Nusantara. Kala itu juga menjadi pengalaman pertama baginya untuk merantau. Di tengah kondisi tersebut, pria yang hobi membaca ini bertekad untuk segera menyelesaikan studinya sebagai tanggung jawab kepada ibu dan sang kakak yang membiayainya. Dalam segala proses yang dihadapinya, ia menemukan rumah dan keluarga baru di kampus. 

Soni Hartanto, S.T., M.A., M.M.
(sumber: dokumentasi pribadi)

Teman-teman seperjuangan yang sangat kompak bahkan hingga hari ini, dosen-dosen yang menjadi figur teladan tanpa lelah, dan banyak kesempatan berkembang didapatkannya di lingkungan kampus. Ia bahkan berkesempatan menggarap skripsi dengan topik yang cukup unik, yaitu merencanakan desain awal program studi teknik industri pangan untuk UK Petra. Bersama Bernardo Nugroho Yahya, serta satu mahasiswa asing Andres Jansen dari Hogeschool Utrecht, Belanda, program studi baru tersebut didesain dengan detail. Mulai dari kurikulum, peralatan dan laboratorium yang dibutuhkan, prospek profesi, hingga kendala yang mungkin dihadapi, disusun dalam enam bulan. Lewat skripsinya, ia mendapatkan pengalaman berharga tentang kerja sama, kegigihan, dan banyak hal baru. (*kisah partner skripsi Soni yang saat ini adalah  professor di Hankuk University, Korea Selatan dapat dibaca di petra.id/alumniBernardo)

Kehidupan kampus yang warna-warni dijalaninya. Salah satu pengalaman yang paling diingatnya, ketika ia terlibat mengawasi Pemilu di awal era reformasi tahun 1998, di mana lebih dari 40 partai politik ikut terlibat merayakan pesta demokrasi. “Waktu itu, forum rektor (gabungan rektor-rektor di Indonesia, red.) sepakat untuk melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan Pemilu. Mahasiswa dilibatkan untuk memantau jalannya Pemilu agar aman, kemudian melakukan quick count,” kisahnya. Banyak pelajaran yang didapatkannya dari momen tersebut, terutama tentang perjalanan perubahan politik dan demokrasi bangsa saat itu. Antusiasme dan partisipasi masyarakat memilih saat itu sangat melekat erat di hati Soni. 

Tak hanya itu, Soni berkesempatan mewujudkan keinginannya untuk bertumbuh di lingkungan Kristiani. Ia sempat mengikuti UKM Bina Iman, menjadi Asisten Tutorial (Astor) bagi mahasiswa baru angkatan 1999, serta menghadiri kebaktian universitas (KU). Dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru, ketika kebaktian, sang pembicara menceritakan “ilustrasi telur busuk”. “Saya sadar, sayalah telur busuk itu. Saya tahu saya bukan orang benar. Terkadang saya masih merokok, masih berkata kotor, dan banyak hal lainnya,” tutur Soni. Ia sempat terombang-ambing selama satu tahun pertama di Surabaya, karena tidak ada teman yang mengajaknya ke gereja. Sekitar pertengahan 1998, barulah ia menemukan komunitas yang bisa membantunya tertanam dan bertumbuh. Perantauannya menuntut ilmu ke Surabaya membawanya pada pengalaman lahir baru. Dalam satu ibadah pada Oktober 1998, Soni menemukan damai. “Ketika saya lihat hidup saya tidak berharga, Tuhan melihat hidup saya berharga. Ia berkenan memakai saya jadi alat-Nya.” Usai dinyatakan lulus sebagai seorang sarjana teknik, Soni memutuskan melanjutkan studinya ke Magister Misiologi di STTII Surabaya. “Kalau sampai hari ini kita boleh melayani, itu anugerah!” tegas pria yang hingga saat ini masih terus melayani di JKI Bukit Zion, di samping meniti karirnya di bidang industri. 

Siapa yang menyangka kalau pengalaman lahir baru bisa membuka pintu menuju karir? Selepas wisuda September 2001, sembari melanjutkan studi Magister Misiologinya, Soni pun mencari pekerjaan, sama seperti fresh graduate lainnya. Pria kelahiran 13 Desember 1979 ini melamar ke sana kemari dan mengikuti tes psikotes di berbagai perusahaan. Hingga akhirnya, perusahaan yang memanggilnya untuk wawancara terakhir adalah PT. Insera Sena, sebuah perusahaan manufaktur sepeda. Sang owner perusahaan mewawancarai Soni, dan memutuskan menerimanya sebagai staf marketing ekspor dari sekian banyak pelamar. Alasannya? Salah satu user dari departemen yang membuka lowongan tersebut menemukan pengalaman terbesar dalam hidup yang dicantumkan Soni pada berkas lamaran — kelahiran baru. 

Soni berkesempatan mengikuti pameran di luar negeri hanya dalam waktu 3 bulan setelah mulai bekerja. Dari tidak pernah merasakan terbang, sampai hari ini berkesempatan mengunjungi berbagai negara lewat pekerjaan yang dipercayakan padanya. Dari seorang staf marketing ekspor, kini seorang head of supply chain & OEM sales. “Bagi saya, ini adalah anugerah dan kesempatan, bukan kekuatan kita. Terutama ketika melihat ke belakang, ini rencana Tuhan, ketika saya harus mengambil tugas akhir bersama mahasiswa Belanda dan harus belajar bahasa Inggris. Juga ketika saya masuk Prodi Teknik Industri, dan kini bekerja di industri sepeda,” tuturnya mantap. 

Jalan Tuhan, bukan jalanmu. Perjalanan karir tiap orang berbeda, dengan tantangan dan hambatan yang berbeda-beda. Tak ada bisnis yang mulus bagai jalan tol. Namun Soni selalu percaya, Tuhan menuntunnya. Seperti saat pandemi sekarang, di mana demand akan sepeda semakin meningkat. “Seluruh pabrik sepeda berebut supply komponen yang terbatas karena total dan desain kapasitas supply tidak mencukupi. Saya melihat penyertaan Tuhan lewat strategi dan jalan-Nya. Dalam kondisi pandemi dan terjadinya disruptive supply chain ini, kita bersyukur kalau produksi dan penjualan masih berjalan,” tutur pria yang juga melanjutkan studinya ke Magister Manajemen di Universitas Pelita Harapan ini. 

Petra is always a home in my heart. Satu kalimat yang ditegaskan Soni tentang almamater tercintanya ini. Tempat di mana ia belajar dengan begitu banyak kesempatan berharga, semakin bertumbuh dalam Tuhan, dan kini, ia bagikan. Setidaknya ada 5 pesan yang Soni titipkan untuk kita renungkan.

  1. Believe in God. Tetap percaya kepada Dia, takutlah akan Dia. Keberadaan diri saat ini, bisa kuliah di UK Petra, adalah anugerah dan rencana-Nya.
  2. Setia dalam perkara-perkara kecil, lakukan dengan setia seperti untuk Tuhan.
  3. Jadi bagian dari solusi di manapun kita berada, jangan ragu untuk menolong orang lain.
  4. Selama itu positif, lakukan! Selama masih muda, masih banyak kesempatan bisa diraih.
  5. Ingatlah, apapun yang dicapai dan dilakukan, Tuhanlah yang mengerjakannya bagi kita. Soli Deo Gloria.**(den)

“Petra is always a home in my heart. The place where we are not only looking for knowledge, but also a great learning process together with great lecturers, mentors and friends who taught me to believe in GOD,  love, dedication, and never give up facing this life.” – Soni Hartanto, S.T., M.A., M.M.