Kejar Passion Sampai Gol!

Posted on Mar 12, 2020

passion (n);

pas·​sion | \ ˈpa-shən 

a strong liking or desire for or devotion to some activity, object, or concept. 

And Gabriel Budi Liminto is passionate, absolutely passionate, about football.

To be or not to be passionate, it’s your choice.
 

Bicara soal passion kadang terasa klise. Gaung untuk menemukan dan mengejar passion dalam hidup sudah terdengar dari mana-mana. “Follow your passion, — passion is energy,” kalau kata Oprah Winfrey. Bila keluar dari sosok inspiratif sepertinya, terdengar mengesankan. Tapi pada praktiknya, mengikuti passion kadang tak semudah kata para motivator. Hal sama dialami Gabriel Budi Liminto dalam perjalanannya di dunia sepak bola Indonesia. 

Bagi para penggemar dan pegiat olahraga ini, nama Gabriel mungkin tak lagi asing. Saat ini, Gabriel adalah seorang football player agent berlisensi FIFA PSSI. Namanya juga sering disebut-sebut sebagai agen ternama Indonesia yang tergolong masih muda. Namun di masa lalu, sebelum ia membangun karir, tidak sekali dua kali Gabriel diremehkan. 

“Dulu awal-awal mahasiswa baru, beberapa kali diremehkan teman seangkatan terkait passion saya di sepak bola Indonesia,” ceritanya. Dulu semasa kuliah, alumnus Prodi Manajemen Pemasaran angkatan 2006 ini suka bermain futsal atau playstation (PS) sembari menunggu jam kelas. Saat bermain game sepakbola di PS, Gabriel selalu menggunakan klub Liga Indonesia, bahkan sampai hafal semua pemainnya. “Ga ada gunanya ngikutin sepak bola Indonesia,” tegur teman sepermainannya kala itu. Namun menurut pria asal Surabaya ini, mereka semua salah. Sepak bola Indonesia berpotensi besar, asal dikelola dengan baik. 

Tak hanya passion-nya yang dianggap kecil, Gabriel juga pernah diremehkan karena gagap. “‘Bud, kamu gagap, masa bisa kamu sukses presentasi di kuliah? Apalagi kalau presentasi di dunia kerja’,” kutipnya.

“Dalam hati saya bilang, man, I will work my a*s off and pray to my GOD. Let’s see how it goes.
 

Bertekad kuat, pria 32 tahun ini berhasil membuktikan bahwa passion-nya bukan bercanda. Mulai mengikuti sepak bola sejak 1998, Gabriel memilih menjadi seorang agen. Meski bekerja di belakang layar, tapi berpengaruh besar kepada karir seorang atlet. Pria penyuka coke dan latte ini pertama kali berhasil mendapatkan pemain tahun 2011 pada kompetisi Indonesia Premier League (IPL). Selain, mendatangkan pemain, Gabriel juga mengirimkan pemain-pemain Indonesia ke klub luar negeri. Performa pemain, public relations, hingga kehidupan pemain juga harus diperhatikan. Prinsip Gabriel, pemain tak hanya rekan bisnis saja. Mereka juga patut diberikan privasi, kebebasan, dan terus diingatkan akan kewajibannya. Saat ini, Gabriel berhasil menorehkan segudang prestasi bersama nama-nama luar biasa di dunia sepak bola seperti Ilija Spasojevic, Goran Gancev, Ryuji Utomo, Marko Simic, Oh In Kyun, Didier Zokora, dan masih banyak lagi. 

Gabriel (paling kiri) bersama Ryuji Utomo saat bermain di PTT Rayong, Thailand. Saat ini Ryuji Utomo bermain di Persija Jakarta

 

“Kill, or to be killed.” 

“Dunia kerja, khususnya industri olahraga sepak bola, itu sangat keras,” tutur Gabriel. Pekerjaan sebagai player agent mengharuskannya menguasai berbagai skill mulai dari negosiasi, komunikasi, hingga personal branding. “Peran agen adalah sebagai intermediary, jembatan antara pemain dan klub,” jelasnya. Negosiasi menjadi makanan sehari-harinya. Metode yang tepat supaya kontrak bisa “gol” dengan deal terbaik, strategi brand personality untuk sang pemain yang notabene merupakan seorang figur publik, semuanya diatur oleh Gabriel selaku agen. Tak lupa, dasar ilmu personal branding dan art of negotiation yang digunakannya hingga saat ini, didapatkannya di bangku kuliah — dan merupakan salah satu pengalaman berkesan kala itu. “Pengalaman paling berkesan, waktu mengambil kelas sertifikasi brand communication. Ada banyak kesempatan diskusi di kelas secara praktikal,” ceritanya. Namun, teori yang didapatkan di kampus harus diasah lagi dengan learning by doing, untuk beradaptasi dengan arus dunia kerja. “Kill or to be killed,” cetusnya. 

Patrick da Silva (paling kiri), Oh In Kyun (tengah), dan Gabriel (tengah, kaus berkerah) tengah berkunjung ke panti asuhan.

“Lebih baik menjadi the best version of yourself, ketimbang mengorbankan integritas demi meraih sesuatu secara instan.”
 

Kuliah tidak hanya bicara soal indeks prestasi, nilai A, atau gelar cumlaude. Menurut brand ambassador Allvane Indonesia ini, akademik memang tak boleh dilupakan. Tapi di samping itu, banyak nilai-nilai lain yang juga sangat penting. “Karakter, komitmen, dan kompetensi,” ia menegaskan. Nilai-nilai yang diajarkan di UK Petra ini membekas dalam dirinya, dan membawanya tetap menjadi sosok yang berintegritas di tengah ombak dunia kerja. “Seringkali banyak orang terjebak dengan birokrasi jabatan, kedudukan, dan money-oriented. Menurut saya, lebih baik menjadi the best version of yourself, ketimbang mengorbankan integritas demi meraih sesuatu secara instan,” tutupnya. 

Kejar, kejar, kejar. Mau orang berkata apapun, Gabriel terus maju mengejar passion-nya. Ketika gol sudah tercetak, tepuk tanganlah yang akan bergema — seluruh ujaran ragu akan bungkam. Sudah siap  mengejar passion sampai ke gawang keberhasilan?**