Knocking On Your Dreams’ Door: A Story About Perseverance

Posted on Apr 25, 2022

“If I fall five times, I come harder on my sixth.” - Mirae Yoon, rapper

Sewaktu masih duduk di bangku kuliah semester 4, Alexander Josiah Wirawan, S.M., B.Sc., M.Sc., pernah menuliskan esai sepanjang empat ribu kata tentang mimpinya di masa depan. Satu, ia mau menempuh studi magisternya di salah satu top 10 business school di Eropa. Dua, ia mau bekerja di perusahaan besar kelas dunia. 

Berani bermimpi besar berarti berani berusaha keras. Alumnus Program International Business Management (IBM) angkatan 2015 ini memulai usaha kerasnya dengan mengorbankan hari libur semasa kuliah. Mulai semester 4, ia memilih magang di kala teman sejawatnya berlibur. “Setelah ujian akhir semester, misalnya selesai hari Sabtu, hari Minggu langsung terbang ke Jakarta. Hari Senin, masuk kerja magang. It’s a never-ending battle. Selesai magang, kembali ke Surabaya, Seninnya sudah kuliah lagi,” kisahnya. Perjuangan itu diulanginya hingga tiga kali sampai semester 6. “Aku sadar nilaiku nggak begitu kompetitif, masih di bawah rata-rata IPK mahasiswa IBM saat itu. I’d like to do more. I don’t want to be a second choice,” jelas lelaki yang akrab disapa Josi ini. 

Berbekal pengalaman tiga kali magang di Indonesia, Josi mengira jalannya mencari magang di Eropa akan lebih mulus. Nyatanya, tidak semudah itu. Untuk magang wajibnya di semester 8, Josi mencoba melamar ke lebih dari 70 perusahaan di Eropa, dan semuanya berakhir dengan penolakan. “It was so hard. It was a requirement for graduation, I really need to get it. Tapi aku juga tidak mau pulang ke Indonesia untuk cari magang, karena aku ke Eropa untuk cari pengalaman. Aku harus (magang) di sini,” ceritanya. 70 perusahaan bukan jumlah yang sedikit. Josi sangat down, hingga akhirnya ia mencoba melamar ke Tesla, Inc. “Teman-temanku meremehkan. ‘Nggak mungkin lah, kamu keterima di Tesla!’”, tuturnya mengulangi ucapan pesimis rekan-rekannya kala itu. Tapi bagi Josi, you’ll never know until you try. Tak disangka, Josi benar-benar diterima untuk magang di Tesla. 

Lulus dari UK Petra dengan IPK di atas 3 dan resume cantik tak lantas membuat Josi bersantai. Ia melanjutkan studi magisternya ke Erasmus University Rotterdam (EUR) di Belanda. “Waktu itu, aku baru pulang ke Indonesia tanggal 20 Agustus. Liburan 10 hari di Indonesia, tanggal 31 Agustus (Sabtu) wisuda, Senin itu sudah mulai kuliah S2. Habis wisuda, aku nggak foto-foto. Masih pakai toga, aku langsung kejar flight untuk ke Belanda,” kenangnya. Ketika melihat kembali esai empat ribu kata yang dulu dibuatnya, Josi menyadari betapa banyak hal yang sudah diraihnya. Cita-cita pertamanya tercapai: studi magister di sekolah bisnis unggulan di Eropa. 

Bagaimana dengan cita-cita keduanya? Awalnya, Tesla sempat menawari Josi untuk menjadi full-time employee, namun ditolak karena keinginannya studi lanjut. Pikirnya, lulus dari EUR, ia akan langsung bekerja di Tesla, karena perusahaan tersebut sudah menjanjikannya pekerjaan setelah ia lulus S2 nanti. Tapi memang, kehidupan tidak mulus-mulus saja seperti jalan yang baru diaspal. COVID-19 menyerang seluruh dunia, memutarbalikkan semua rutinitas normal dan rencana masa depan umat manusia. 

“Waktu itu, Tesla bahkan nggak produksi mobil!” jelas Josi. Perusahaan-perusahaan melakukan work from home dan mengurangi jumlah pegawai. Perusahaan besar sekelas Tesla pun tak luput dari dampak COVID-19. Lantas, bagaimana nasib Josi di saat Tesla yang menjanjikannya pekerjaan, mengalami hiring freeze?

“Ujung-ujungnya, kalau mau masuk Tesla, yang tersedia hanya posisi intern,” kisah penyuka olahraga golf ini. Posisi yang tersedia hanya sebagai anak magang, lagi! Josi sudah pernah magang selama lebih dari 10 bulan selama ia kuliah, termasuk di Tesla sendiri. “‘Kamu master graduate dari sekolah bisnis unggulan, masa’ jadi anak magang lagi? Sampai kapan mau magang terus?’ Itu yang orang bilang,” kisahnya. Tapi, cita-cita Josi untuk bekerja di perusahaan sebesar Tesla jauh lebih kuat. “In the end, aku percaya sama perusahaannya. Satu saat, aku pasti bisa jadi full-time employee,” demikian prinsip yang dipegangnya. Ia memutuskan masuk magang kembali di Tesla Juli 2020, dan akhirnya dipromosikan Agustus 2020. Cita-cita keduanya tercapai, setelah begitu banyak jatuh bangun dan ombak yang memaksanya bertekun. Hingga saat ini, Josi bekerja di Tesla sebagai seorang revenue associate accountant. 

“Aku tidak akan menjadi diriku yang sekarang kalau tidak memilih IBM tahun 2015 yang lalu,” tegas Josi. Ia berkisah, sewaktu masih SMA, dirinya bukan tipikal siswa teladan. Josi malas dan suka membolos. Bahkan, ketika ia memutuskan untuk menuntut ilmu di Program IBM UK Petra, orangtuanya sempat skeptis. “Orangtuaku nggak percaya kalau aku bakal lulus dari IBM. Disuruh sekolah yang gampang-gampang saja,” ceritanya. 

IBM UK Petra menjadi titik balik dalam kehidupan seorang Josi. “IBM membuatku menjadi orang yang tidak mudah menyerah dan punya karakter yang lebih baik. Kalau aku tidak partisipasi di HIMA (Himpunan Mahasiswa, red.), tidak merasakan beratnya kuliah di IBM, aku tidak mungkin bisa push myself to the limit and keep on going when everthing seems impossible,” tuturnya. Karakter Josi dibentuk selama empat tahun kuliah di IBM, menjadikannya seseorang yang unik dan istimewa, bukan hanya cerdas secara akademik. Ia belajar terbuka dan mendengarkan pendapat orang lain. Memisahkan kehidupan profesional dan relasi personal, sehingga lebih berani untuk mengkritik dan saling membangun. “Belajar finance dan accounting? Everyone does that! Apa yang membuatmu berbeda dari rekan-rekan lain? Ada orang yang jauh lebih pintar, tapi apakah ada yang lebih aktif, mau belajar banyak dan bekerja lebih lama? Belum tentu,” terang Josi.

Menurut sosok 24 tahun ini, banyak orang yang menetapkan standar kesuksesan mereka dari tokoh-tokoh besar dunia — Steve Jobs, Elon Musk, Bill Gates, dan lain-lain. Banyak yang mengira sekolah setinggi mungkin adalah jaminan kesuksesan. Namun bagi Josi, orang seringkali lupa, kesuksesan tidak bicara semata-mata tentang kecerdasan dan pendidikan. “Education will give you a higher level of inspiration and knowledge, but self-dedication and self-motivation that comes from within is what will drive you to push beyond your limit, and create your own success. That’s God’s greatest gift to you,” ungkapnya. 

Josi tidak lulus dari IBM UK Petra dengan IPK selangit. Namun, Josi lulus dengan karakter profesional yang matang, siap “menyalip” orang-orang yang mungkin lebih cerdas darinya namun tidak berjuang keras mengembangkan diri. Josi membuktikan, siapapun bisa meraih mimpinya, asal siap bekerja keras, terus konsisten, dan tidak menyerah apapun keadaannya.**(den)

 “Most people knock on the door of their dreams once, then run away before anyone has a chance to the open the door. But if you keep knocking, persistently and endlessly, eventually the door will open.” - Les Brown