Peluang yang Menghasilkan Warisan

Posted on Jul 27, 2020

Mainan adalah salah satu produk yang tak pernah lekang oleh waktu. Semua orang dari segala zaman dan di seluruh penjuru dunia pasti akrab dengan mainan. Oleh karena itu, Winata Riangsaputra tertarik untuk meneruskan bisnis mainan kayu edukasi yang didirikan oleh orang tuanya.

Awi (paling kanan) bersama keluarganya 
(sumber: dok. pribadi)

Riang Toys adalah bisnis mainan yang didirikan oleh orang tua Awi (sapaan akrab Winata) pada tahun 1989. Demi mencapai target penjualan dan menutup hutang bank, orang tua Awi sibuk bekerja hingga malam. Hal itu menyebabkan anak lelaki pertama dari tiga bersaudara ini mengisi waktu luangnya sendirian sambil bermain Nintendo, Game Boy, dan robot-robotan mainan. Tak pernah sekalipun ia melihat mainan yang diproduksi oleh orang tuanya.

Saat memasuki bangku perkuliahan di tahun 2000, pria pencinta kuliner ini awalnya mendaftar di dua prodi sekaligus, yaitu Prodi Teknik Industri sebagai pilihan pertama dan Prodi Desain Komunikasi Visual (DKV) di pilihan kedua. Namun, Awi tidak diterima di pilihan pertama, sehingga ia menjalani kehidupan sebagai mahasiswa DKV dengan bekal ketertarikannya akan desain grafis. Awi berhasil menyelesaikan studi selama 4 tahun dan mengabdikan diri sebagai asisten dosen di DKV.

Awi dengan produk mainan Riang Toys
(sumber: dok. pribadi)

Tapi di tahun 2004 itu juga, orang tua Awi meminta bantuannya untuk mengurus bisnis mainan kayu edukasi mereka. Meski pria kelahiran Surabaya ini tidak pernah melihat seperti apa model mainan yang diproduksi, namun ia selalu penasaran mengapa pengiriman barang ke luar negeri tak pernah berhenti. Ia pun memutuskan membantu orang tuanya sebagai part-timer. Ternyata, bekerja di industri mainan menarik minatnya. “Selama mengikuti prosesnya, lama-lama ‘kok asyik juga, karena bisa mengkomunikasikan sesuatu kepada anak-anak lewat mainan,” terangnya. Tahun 2005, Awi menjadi pekerja full-time di Riang Toys.

Pria yang lahir di bulan September 39 tahun silam itu kini menjabat sebagai Creative Director sekaligus Director Riang Toys. Berlokasi di Surabaya, perusahaan ini menghasilkan berbagai jenis mainan anak dengan bahan dasar kayu seperti wooden puzzle, rocking horse, wooden block, wooden train, easel, dan lain-lain. Bersama 100 pekerja, dalam satu bulan Riang Toys bisa menghasilkan 28 ribu pieces untuk mainan puzzle. Hasil produksi lalu diekspor ke berbagai negara seperti United Kingdom, Jerman, Swiss, Amerika, Jepang, dan Australia, dengan target bisnis orang tua serta anak balita. “Sejak awal, bisnis ini memang ditargetkan untuk pangsa ekspor, karena orang tua saya berpikir, bahwa selalu ada peluang bisnis di negara-negara dengan angka kelahiran yang tinggi. Faktor lainnya, orang tua di sana lebih mau ‘repot’ bermain dengan anak balita. Sementara di dalam negeri, masyarakat Indonesia kurang apresiasi atau bangga dengan produk buatan Indonesia,” tutur Awi. Menurutnya, orang tua di Indonesia cenderung memberikan mainan yang bisa dimainkan sendiri oleh anaknya supaya bisa ditinggal bekerja, nonton drama Korea, atau asyik membalas pesan di grup WhatsApp. Hal lain yang membuat mainan kayu edukasi buatan Riang Toys ini mampu bersaing secara global adalah kualitas produk. Mainan kayu lebih kuat dan ramah lingkungan. Selain itu, mainan kayu tidak membutuhkan tambahan peralatan elektronik maupun baterai, sehingga dapat membantu menumbuhkan daya imajinasi anak, melatih koordinasi mata dan tangan, serta melatih kemampuan problem-solving saat bermain.

Awi saat pameran mainan APMI 2019 di Bangkok
(sumber: dok. pribadi)

Bergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) memberikan kesempatan bagi Riang Toys untuk memasarkan hasil produksi lewat pameran setahun sekali di Singapura, Bangkok, dan Hongkong. Hal ini dikarenakan APMI mempunyai kerja sama dengan penyelenggara setempat dan internasional untuk memberikan fasilitas stan pameran atau harga khusus.

Soal kendala, Awi lebih sering menghadapinya di bidang produksi, karena mengatur banyak orang cukup membuat kewalahan. Oleh karena itu, ia menyiasatinya dengan cara menggunakan mesin di beberapa proses produksi. Contohnya proses sablon atau screen printing yang kini dilakukan dengan mesin printing, sehingga dapat mempercepat waktu penyelesaian dan menghemat biaya produksi. Selain itu, kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) oleh pemerintah juga menjadi masalah tersendiri karena industri mainan termasuk industri padat karya. Ia mengaku hanya bisa menunggu UU Cipta Kerja atau Omnibus Law segera disahkan. Awi juga membagikan kisah yang dialami perusahaannya ketika menghadapi pandemi Covid-19 ini. Proses ekspor sempat terhambat karena beberapa negara terpaksa menunda proses pengiriman. Bersyukur di bulan Juni 2020, negara-negara ini kembali meminta Riang Toys untuk mengirimkan produknya.

Awi menjadi chief untuk divisi mainan kayu dalam Temu Usaha Menteri Perindustrian 2018
(sumber: dok. pribadi)
Awi bersama Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di Hari Konsumen Nasional
(sumber: dok. pribadi)

Keberhasilan Awi dalam menjalankan bisnis bertaraf internasional ini tak lepas dari berbagai pelajaran dan pengalaman yang didapatkannya saat berkuliah di DKV UK Petra. Terlintas di benaknya momen ketika Awi dan teman-temannya diajak para dosen untuk berpikir tentang local content yang bisa menjangkau pasar global. Saat itu, mereka belajar membuat iklan, poster, ataupun desain kemasan sebagai sarana komunikasi visual. Produk yang dibuat harus mengangkat isu lokal yang menarik dan dapat diterima di Indonesia maupun internasional. Sebagai contoh, mereka membandingkan kemasan keripik di Thailand yang lebih menarik daripada kemasan keripik di Indonesia yang hanya diberi plastik bening. Lalu mereka ditantang untuk membuat kemasan keripik pisang yang bisa menarik perhatian dunia luar. Tak hanya itu, mata kuliah seperti Sejarah Seni Rupa yang terlihat tidak akan berguna ketika berada di dunia kerja, nyatanya sangat berguna bagi Awi. Ketika harus menghadapi pembeli internasional yang berkunjung ke Indonesia, Awi bisa menjawab rasa ingin tahu mereka akan sejarah dan budaya Indonesia.

Pertemuan pengurus APMI dengan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga
(sumber: dok. pribadi)

Berdasarkan pengalamannya itu, Awi berpesan kepada para mahasiswa supaya tidak pernah menganggap remeh setiap mata kuliah. “Nikmati proses kuliah dan jangan pernah mengeluh karena kehidupan di dunia kerja lebih keras daripada tugas kuliah,” ujarnya. Sebagai tambahan, Awi juga menyarankan para mahasiswa untuk berteman dengan banyak orang selama berkuliah karena dengan begitu, mahasiswa bisa mengetahui berbagai sifat dan karakter, yang berguna saat menghadapi dunia usaha.**(Ivania Tanoko)
 

Artikel ini didukung oleh Prof. Benjamin Lumantarna