Perjalanan Sang Pengejar Mimpi

Posted on Dec 25, 2019

Kuliah, mendapatkan IPK bagus, lulus dengan prestasi cemerlang, kemudian mendapatkan pekerjaan yang stabil, sesuai bidang ilmu yang didalami di universitas. Terdengar begitu ideal dan menjanjikan. Namun, hal ini tak berarti cukup untuk seorang Natalia Mandiriani, S.I.Kom. Alumnus Prodi Ilmu Komunikasi angkatan 2014 ini tengah menjalani karir dan kehidupan yang mungkin membuat sebagian dari kita menggelengkan kepala. Heran! 

Gadis kelahiran Grobogan ini resmi lulus dari UK Petra September 2018, dengan dua pin yang membanggakan tersemat di toganya — pin emas, predikat cumlaude; dan pin perak, predikat aktif berprestasi. Tahun itu juga, ia mendapatkan pekerjaan sebagai seorang wartawan di salah satu majalah populer di Indonesia, berkantor di Jakarta. Sampai di sini, terdengar mantap sekali, bukan? Namun di tahun 2019, Natalia membuat satu keputusan ‘gila’ dalam 24 tahun hidupnya — resign dari pekerjaannya di media, dan banting setir ke dunia pendidikan. 
 

“Aku mau jadi seorang pendidik lewat menjadi wartawan, tapi tidak berhasil.”

Menjadi seorang wartawan selama setahun berhasil menyentil hati Natalia akan mimpinya sesungguhnya. “Dulu, mimpiku menjadi wartawan. Seharusnya ini jalan yang sudah tepat. Dulu aku di Prodi Ilmu Komunikasi, aku suka menulis, aku masuk jurnalistik. Lulus-lulus, aku langsung dapat kerja di media. Lurus jalannya. Tapi waktu aku jadi wartawan, aku tidak menemukan tujuanku lagi,” ceritanya. Setelah ia mencicipi kehidupan sebagai seorang wartawan, barulah Natalia sadar, hatinya ada di pendidikan. Pun, salah satu tujuannya menjadi seorang wartawan adalah ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, yang juga merupakan salah satu fungsi pers. Ironisnya, Natalia tak mendapatkan itu. “Pers pun menjual isu-isu yang disukai, bukan isu-isu yang mendidik. Aku merasa, ini bukan ladangku lagi,” ujarnya mengakui. 
 

“Aku suka banget disebut guru. Itu selalu mengharukan.”

Memutuskan pindah haluan ke dunia pendidikan, kini dara kelahiran 18 Desember 1995 ini bergabung di Yayasan Indonesia Sejahtera Barokah. Setiap harinya, ia berkelana ke  beberapa sekolah marginal di Surabaya, memberikan bimbingan belajar ke siswa-siswanya. Sekolah-sekolah ini punya cerita masing-masing. Kebanyakan siswa berekonomi rendah dan banyak cerita terenyuh lainnya. Bahkan, ada siswa kelas 6 SD yang belum lancar membaca, saking bobroknya kualitas sekolah dan rendahnya kesejahteraan pengajar.

“Aku mengajari anak-anak baca-tulis, supaya mereka suka baca-tulis. Mengajari orang membaca itu gampang, tapi bagaimana mengajari anak-anak ini suka baca-tulis, itu jadi PR banget. Tingkat literasi Indonesia itu sangat rendah. Masyarakat kita tidak terbiasa menyukai baca-tulis,” jelas gadis penyuka wisata alam ini tentang aktivitasnya sehari-hari di Yayasan Indonesia Sejahtera Barokah. Bersama beberapa pengajar lainnya, sehari-hari ia dihadapkan dengan puluhan siswa dengan latar belakang berbeda. “Dampakku seberapa besar, aku nggak ngerti. Tapi paling tidak, aku bisa membagikan pengetahuan apa yang aku punya.”

Aktivitas Natalia sehari-hari adalah mendidik siswa-siswa SD.
Natalia bersama salah satu siswa SD yang menjadi muridnya

“Seorang Natalia bertumbuh di UK Petra. Tidak semua orang tahu UK Petra, tapi untukku, that’s my home.

Kemantapan hati gadis yang akrab dipanggil Nat ini tak lepas dari proses pertumbuhannya selama kuliah di UK Petra. Pertumbuhan tak hanya secara pengetahuan, tapi juga spiritual. “UK Petra memberikan faith, hope, and love. Aku diajari untuk punya iman, berharap besar, dan punya kasih — karena kasih melandasi segala sesuatu,” tuturnya mantap. Ia juga bertemu teman-teman, bahkan dosen-dosen yang bisa membimbingnya menemukan tujuan hidup. Diberi pengarahan, sehingga tak tersesat dalam proses pencarian jati diri seorang dewasa muda. Bahkan seorang Natalia yang tadinya tak percaya akan keberadaan Tuhan, kini bisa dengan lantang menyuarakan betapa baiknya Tuhan dalam hidupnya. 

Salah satu pengaruh UK Petra yang paling terasa menurutnya adalah tentang betapa berartinya hidup. “Hidup itu berarti. Jangan ter-distract sama hal-hal yang dunia berikan,” tegas ketua panitia Pemilu Raya 2018 ini. “Memang kita tidak bisa hidup tanpa uang, tapi ini (pekerjaan sosial, red.) juga kerjaan. Meski penghasilan tidak besar, tapi Tuhan mencukupkan segala sesuatu.”
 

“Mahasiswa UK Petra, belajarlah yang banyak.”

Selama masih di UK Petra, tuai ilmu sebanyak-banyaknya. “Selama kita mengonsumsi hal-hal baik dan bermanfaat, itu bakal ngefek banget ke depannya,” terang Natalia. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi 5 hingga 10 tahun ke depan. Dunia berkembang dengan sangat cepat, dan kitalah yang bertanggung jawab untuk mengikutinya. 

Mengutip tips dari Natalia, “Usia produktif manusia terbatas, usahakanlah berarti.” Setiap kita tentu punya gaya masing-masing menjalani hidup — perkuliahan, pertemanan, relasi, dan pekerjaan. Tidak harus menjadi sepertinya yang bergelut di dunia pendidikan dan kegiatan sosial. Seorang dosen, ilmuwan, seniman, tentu punya hati dan tujuan berbeda. Mari lihat lagi lebih dalam, sudahkah hidup kita berarti?**(den)

Catatan:

Natalia memiliki proyek pribadi untuk mengajak para pengguna media sosial melihat seluruh aspek kehidupan dari perspektif positif. Kunjungi @selaluadakabarbaik di Instagram untuk ikut bersama Natalia melihat kehidupan dari kacamata yang positif, dan tentunya selalu bersyukur.