The Art of Being A Leader

Posted on Apr 06, 2022

Leadership and art both animate social encounters. They can change our lives in ways that are as invigorating and real as being hit by a wave. - Michael O’Malley, Harvard Business Review

Menjadi seorang pemimpin bagaikan sebuah seni. Ketika berbagai kepribadian manusia disatukan dalam sebuah tim, menjadi pemimpinnya bukanlah perkara mudah. Apalagi, yang dipimpin adalah manusia — yang punya perasaan, bisa lelah, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing — bukan robot yang sekadar menunggu diberi perintah. Ditambah lagi, diri sendiri pun harus tetap prima dan terus berkembang, bukan? Kombinasi kompleksnya bekerja, mengatur diri, dan memimpin berbagai karakteristik manusia menjadi seni yang mengesankan. 

Jessica Ariyanti Jasahartana, S.E., M.M. punya cerita sendiri di tempat kerjanya. Lulus dari Program Akuntansi Bisnis pada Februari 2015 setelah tiga setengah tahun berkuliah, layaknya fresh graduates pada umumnya, Jessica dan teman-temannya berkeliling ke job fair untuk mencari lowongan kerja. Di salah satu job fair, Jessica mencoba melamar ke PT. Platinum Ceramics Industry dan diterima bekerja setelah melalui tes psikotes dan wawancara direksi. Tetapi ternyata, tidak semuanya sesuai ekspektasi. “Ternyata, lowongan yang dibuka adalah untuk penempatan di pabrik, lokasinya di Karangpilang. Pada saat itu bahkan saya nggak tahu Karangpilang itu di mana,” kisahnya. Lingkungan kerja di pabrik tentu punya kebiasaan dan kultur yang berbeda dengan kantor pada umumnya. “Apa saya bisa survive kalau kerja di sana? Itu pemikiran awal yang berkecamuk saat tahu akan ditempatkan di pabrik di Karangpilang,” cerita Jessica. Ekspektasinya akan suasana kantor yang modern, bersih dan rapi, tidak terwujud. Ditempatkan di pabrik membuat kantor Jessica selalu berdebu karena bahan dasar produk keramik berupa clay dan partikel bahan kimia lainnya. Tetapi Jessica percaya, kalau memang Tuhan mengarahkannya untuk bekerja di sana, ia akan dimampukan. April 2015, Jessica mulai bekerja di sana dalam tim finance & accounting. 

Meski penempatan di pabrik rasanya mengejutkan bagi Jessica, ia bertemu rekan tim yang suportif. Ia bekerja dengan performa yang unggul, hingga akhirnya kesempatan baru datang padanya di bulan Oktober 2016. Ia dipromosikan menjadi junior supervisor. Tetapi, rasa ragu itu kembali muncul. “Baru saja lulus 2015, ‘anak kemarin sore’ yang baru kerja satu setengah tahun. ‘Kok, sekarang diberikan kepercayaan memimpin tim yang meski kecil, anggota timnya bahkan ada yang jauh lebih senior,” tuturnya. Sekali lagi, Jessica percaya, kalau ini adalah kesempatan untuk belajar dan berkembang. Dari sanalah langkahnya semakin mantap. Maret 2019 ia dipromosikan menjadi supervisor, dan Januari 2020 menjadi senior supervisor. 

Naik jabatan adalah pencapaian yang membanggakan, namun tanggung jawab yang dipegang pun semakin besar. Lingkup pekerjaan semakin bertambah, orang-orang yang harus dipimpin pun semakin bervariasi. “Tips ‘n trick-nya time management yang baik dan decision making yang tepat. Juga mendelegasikan tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing orang dalam satu tim. Semakin tinggi posisi kita, maka akan lebih banyak pekerjaan sisi manajerial daripada teknisnya,” jelas Jessica. Menjadi seorang pimpinan yang well-performed tak hanya harus memastikan diri sendiri bekerja dengan baik, tetapi juga memastikan rekan satu tim akan berkembang. Menurut sosok yang hobi nonton ini, tiga trik di atas sebenarnya bisa diasah lewat jabatan apapun, bahkan ketika masih kuliah. “Di sinilah ilmu dan soft skills yang sudah dilatih selama menjadi mahasiswa dan aktif menjadi panitia-panitia di UK Petra sangat berguna,” cerita alumnus yang dulu aktif menjadi asisten dosen ini. Soft skills lainnya seperti berpikir kritis dan menyampaikan pendapat pun menjadi penting ketika bekerja dalam tim, apalagi menjadi pimpinannya. “Kalau tidak ada kegiatan seperti itu di UK Petra, saya tidak akan menjadi diri sekarang saat ini,” tambahnya jujur. 

Diposisikan untuk memimpin rekan-rekan setimnya membuat alumnus angkatan 2011 ini sempat sungkan. Kala itu, usianya baru 23 tahun! Bagaimana ia bisa ‘mengatur’ para rekan yang secara usia lebih senior darinya? “Waktu itu, cara mengatasinya dengan memberikan arahan dan penugasan secara sopan, namun tetap tegas. Jika ada masukan dari anggota tim, maka yang saya lakukan adalah berdiskusi dengan mereka,” jelas Jessica. Dengan berdiskusi, rasa saling menghargai dan melibatkan itu muncul di antara anggota tim, tak tergantung pada usia. “Kita biasanya juga sering ngobrol masalah di luar pekerjaan. Ikut aja, supaya tidak memberikan kesan ada batas antara atasan dengan bawahan. Hal-hal seperti itu juga membuat pekerjaan kita lebih lancar dan luwes saat memberikan arahan atau tugas ke anggota tim,” tutur sosok yang melanjutkan studinya ke Magister Manajemen UK Petra ini. 

“Belajarlah yang banyak di UK Petra, teman-teman sekalian! Banyak sekali hal-hal yang bisa dipelajari dan dinikmati semasa mahasiswa. Belajarlah untuk membuka diri menerima kritik dan saran dari orang lain, karena itu juga penting untuk pengembangan diri. Saat memasuki dunia kerja nanti, kita akan menemui lebih banyak lagi orang dengan berbagai macam karakteristik. Dengan bekal ilmu dan pengalaman selama kuliah, bisa menunjang kemampuan kita untuk beradaptasi,” pesan Jessica. Sama seperti seni yang menggabungkan banyak warna dan elemen menjadi satu karya yang indah, seorang pemimpin melahirkan seni dalam orang-orang yang dipimpinnya. Banyak warna karakter manusia dan naik turunnya dinamika kehidupan menjadikan setiap pemimpin seorang seniman yang handal.**