The Power of Hobby: The Work You Gonna Enjoy

Posted on Feb 19, 2020

“Hobiku bermain game.”

         Bagi anak muda, jawaban seperti itu terlihat lumrah karena bermain game adalah hal yang menyenangkan dan sering dilakukan di waktu senggang. Sebaliknya, bagi orang tua, jawaban seperti itu kadang terkesan tidak bermutu. Beberapa orang tua mungkin lebih suka sang anak belajar atau berolahraga. Namun Thomas Julian Ongo berhasil membalik stigma tersebut. Dari hobinya yang senang bermain video game, dia sekarang bekerja di salah satu cabang industri video game terkenal di dunia, Bandai Namco Studios Malaysia!

         Mungkin beberapa dari kalian kurang akrab dengan nama Bandai Namco. Bagaimana dengan gamePacman? Permainan dengan karakter utama bola kuning yang harus memakan semua titik-titik di labirin sembari menghindari 4 hantu berwarna-warni tersebut merupakan salah satu game keluaran Bandai Namco (dulu bernama NAMCO, sebelum bergabung dengan Bandai). Beberapa game terkenal lainnya yang terdengar familiar adalah Dragon Ball dan One Piece.

Thomas Julian Ongo, alumnus Prodi Arsitektur angkatan 2013

Sejak kecil, Thomas sangat menyukai game, terutama yang bergenre single player, adventure, action, dan RPG (role-playing game) seperti Resident Evil, Final Fantasy, Bioshock, dan Metro. Saking banyaknya game yang disukai, ia kebingungan ketika diminta menyebutkan game favoritnya. Namun hobinya tidak hanya berpaku pada bermain saja. Alumnus Prodi Teknik Arsitektur angkatan 2013 ini juga berminat membuat game sendiri. Saat SD, Thomas sudah membuat beberapa permainan yang non-digital seperti kartu dan sepak bola menggunakan mainan. Berlanjut ke jenjang SMP di mana ia mulai mencoba membuat game menggunakan komputer.

Hingga di suatu titik di mana ia harus menentukan apa yang akan dilakukannya di masa depan, Thomas memilih untuk mengesampingkan minatnya. “Membuat game bukanlah menjadi opsi utama saya, karena saat itu bagi saya, profesi game developer bukanlah sesuatu yang bisa saya gapai.” Berbekal kelebihannya di bidang matematika, IT, dan seni menggambar 3D atau perspektif, Thomas memutuskan masuk di Prodi Arsitektur karena di prodi ini ia diajarkan cara mendesain 3D menggunakan komputer.

Namanya minat, meski sudah dinomorduakan, pasti akan kembali menjajah hati, cepat atau lambat. Semuanya berawal dari partisipasinya menjadi panitia Divisi Pubdekdok (Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi) ospek (sekarang Welcome Grateful Generation, red.). Tugasnya membuat beberapa video animasi maskot. Di kepanitiaan itu juga, Thomas bertemu dengan beberapa rekan dari prodi lain yang memiliki minat yang sama dengannya. Alhasil, di tengah-tengah perkuliahan, minat menjadi seorang game developer kembali muncul .

Lulus dari UK Petra, dia langsung melanjutkan pendidikan di 3dsense Media School, Singapura. Di semester akhirnya, Thomas sudah mendapat rekomendasi dari salah satu senior Bandai Namco Studios Malaysia. Ia mencoba mendaftar karena proyek-proyek yang dikerjakan perusahaan ini sesuai dengan minatnya. Lingkungan yang disediakan juga sangat mendukung Thomas untuk terus berkembang, baik dari segi kepribadian maupun kemampuan dalam menghasilkan karya.

Thomas bersama teman-teman satu penjurusan di 3dsense Media School, Singapura

Thomas menjadi seorang Environment Artist yang bertugas membuat setting dan properti yang ada, seperti pohon, bangunan, dan barang-barang lain yang nantinya bisa dilewati oleh karakter di dalam game. Meski baru bekerja selama 8 bulan, ketangguhannya menghadapi berbagai kesulitan sudah diuji. Pengetahuan akan production pipeline (alur kerja dalam proses pembuatan game, red.) tidak banyak Thomas dapatkan di dunia perkuliahan. Selain itu, perusahaan pun meletakkan standar kualitas yang cukup tinggi pada kinerja setiap karyawannya. Tak jarang ia harus pulang lembur, melakukan revisi sana sini, dan setelah pulang kembali belajar sendiri di rumah agar tidak tertinggal dengan karyawan lainnya.

Nilai apa saja sih, yang dibutuhkan untuk “survive” di game industry ini? “Love and passion. Teknologi pembuatan game berkembang sangat cepat, sehingga para game developer harus bisa mengikuti perkembangan juga, serta selalu terbuka untuk ilmu dan teknologi baru,” jawab pria kelahiran Surabaya 25 tahun silam ini. Tak hanya itu, menurutnya integritas juga penting di dunia kerja. Thomas bersyukur ia bisa mengenal dan mendapatkan pelajaran akan integritas ketika berada di UK Petra. Dia bisa menghindari godaan-godaan dari luar yang mengajaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak berintegritas demi kepentingan diri sendiri. Pola pikir holistik yang ia dapatkan selama berproses di Prodi Arsitektur ikut berperan serta dalam membantunya menganalisis masalah, juga berbagai pendekatan untuk memecahkannya.

Meskipun apa yang dikerjakannya saat ini berbeda dengan apa yang ia pelajari di bangku perkuliahan, Thomas mengakui bahwa ia sangat bangga menjadi alumnus UK Petra. Dia bisa mendapatkan banyak pengalaman yang ia yakini tidak bisa didapatkan di tempat lain, bertemu dengan sesama mahasiswa luar biasa yang membantunya untuk bertumbuh baik dari segi akademis maupun non-akademis. Pertemuan dengan dosen pembimbing tugas akhirnya, Prof. Ir. Lilianny Sigit Arifin, M.Sc., Ph.D., juga menjadi pertemuan yang tak terlupakan. Kebaikan, dukungan, serta arahan beliaulah yang mengantarkan Thomas melanjutkan studi ke jalur yang diminatinya.

Thomas bersama teman-teman kelompok tugas akhir dan Bu Lilianny

“Ilmu arsitektur adalah ilmu yang cakupannya cukup luas, jadi tidak jarang orang-orang yang dari lulusan arsitektur tapi bekerja bukan di dalam bidang arsitektur. Hal itu lumrah sekali. Jadi jangan takut untuk terus eksplor, mencari, atau mendalami minat masing-masing dalam proses belajar di UK Petra,” pesannya.**(Ivania Tanoko)